Kamis, 28 April 2011

Kerja Fisik dan Konsumsi Energi[1]


2.5.1. Proses Metabolisme
Setiap hari manusia selalu terlibat dengan kegiatan bekerja yang memerlukan tenaga. Kita harus memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan kerja yang sedemikian rupa agar posisi tubuh saat bekerja atau bergerak dalam keadaan nyaman tanpa mempengaruhi hasil kerja. Tubuh manusia dianggap sebagai suatu mesin, dimana untuk melaksanakan aktivitas dibatasi oleh serangkaian hukum alam. Kemampuan manusia untuk melaksanakan berbagai kegiatan tergantung pada struktur fisik tubuh yang terdiri dari struktur tulang, otot-otot rangka, sistem syaraf dan proses metabolisme. Dua ratus enam tulang manusia membentuk rangka yang berfungsi untuk melindungi dan melaksanakan kegiatan fisik. Tulang-tulang tersebut dihubungkan dengan sendi-sendi tulang yang terdiri atas gumpalan-gumpalan serabut otot yang dapat berkontraksi. Serabut otot ini berfungsi mengubah energi kimia menjadi energi mekanik, kegiatan dari otot ini dikontrol oleh sistem syaraf sehingga kegiatan kerja secara keseluruhan dapat berlangsung dengan baik.
Semua kegiatan dari tubuh manusia memerlukan tenaga. Tenaga ini diperoleh karena adanya proses metabolisme dalam otot, yaitu berupa kumpulan- kumpulan dari proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk, yaitu kerja mekanis dan panas. Makanan yang mengandung glikogen mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi otot selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas, dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu suatu proses mengubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernapasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa begerak secara kontinu sehingga keseimbangan kerja dapat dicapai dengan baik.

2.5.2. Standar untuk Energi Kerja
Usaha untuk mengetahui besarnya tenaga yang dibutuhkan oleh seorang operator (pekerja) untuk melaksanakan pekerjaannya dapat dilakukan dengan mengukur aktivitas kerjanya. Tenaga yang dikeluarkan diukur dalam satuan kilokalori. Volume oksigen yang dibutuhkan selama bekerja dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori yang diperlukan selama kerja, atas dasar persamaan bahwa 1 liter oksigen menghasilkan energi rata-rata 4,8 kkal-5,0 kkal yang disebut dengan nilai kalori dari oksigen.
              Pada waktu bekerja makin besar gerakan otot makin tinggi pula pengeluaran energi kerjanya. Kenaikan konsumsi kalori yang terlihat dalam kerja fisik tersebut diperoleh dari perbedaan antara konsumsi kalori pada waktu kerja dengan konsumsi kalori pada waktu istirahat. Untuk pekerja pria pemakaian energi untuk basal metabolisme 1700 kkal/24 jam dan untuk wanita membutuhkan 1400 kkal/24 jam. Sementara pemakaian energi untuk kegiatan sehari-hari diluar kegiatan kerja untuk pria 600 kkal dan untuk wanita 500 kkal. Semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu pekerjaan maka semakin banyak pula energi yang perlu dikonsumsinya, biasanya ini dinyatakan dengan kalori kerja.

2.5.3. Pengukuran Denyut Jantung
Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlihat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot-otot. Sama halnya dengan konsumsi energi yang dapat menganalisa pembebanan otot statis dan dinamis.
Pengukuran denyut jantung merupakan salah satu alat untuk mengetahui beban kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1.            Merasakan denyut jantung pada arteri radial pergelangan tangan.
2.            Dengan stetoskop.
3.            Menggunakan ECG (Electrocardiogram) mengukur signal electric yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.
               Frekuensi nadi pada orang dewasa normal 60-90 kali/menit.
Untuk menghitung pulsa denyut jantung dalam melakukan pekerjaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pulsa Denyut Jantung = Rata-rata Pulsa Saat Bekerja – Rata-rata Pulsa Saat   Istirahat

      Seseorang bekerja dengan pulsa 75 denyut/menit sepadan dengan konsumsi energi 0,5 liter/menit. Sehingga konsumsi oksigen per menit dapat dihitung dengan mengkonversikan denyut jantung melalui persamaan berikut ini:

Konsumsi Oksigen =

X - 75
0,1
.
  +  0,5
5

dimana :
X    = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)

      Untuk merumuskan hubungan antara energi expenditure dengan kecepatan denyut jantung dilakukan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi. Secara umum perumusannya dengan menggunakan persamaan berikut ini :
                        W = 1,80411-0,0229038X + 4,71733 x 10-4 X2        
dimana :
W = Energi (kkal/menit)
X   = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)
  
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk matematik sebagai berikut :
KE = Et – Ei
dimana :
KE = Konsumsi energi untuk suatu kegiatan tertentu (kkal/menit)
Et  = Pengeluaran energi pada saat kerja tertentu (kkal/menit)
Ei   = Pengeluaran energi pada saat istirahat (kkal/menit)
     
Denyut jantung merupakan salah satu indikator untuk mengukur beban kerja. Meningkatnya pulsa kerja dalam batas tertentu berkaitan dengan keluaran energi dari kerja dinamik. Peningkatan tersebut sepadan dengan beratnya pekerjaan, selanjutnya konstan sepanjang waktu, setelah pekerjaan selesai maka akan kembali seperti semula.

Karrash & E.A. Muller menganjurkan perumusan  yang menyangkut pulsa nadi:
Pulsa istirahat                      :   Rata-rata pulsa sebelum bekerja
Pulsa sedang kerja              :   Rata-rata pulsa selama bekerja
Pulsa kerja                           :   Selisih pulsa sedang kerja dengan pulsa istirahat
Total pulsa pemulihan         :   Pulsa denyut jantung saat berhenti bekerja sehingga denyut jantung pada kondisi pulih tercapai
Total pulsa kerja                  :   Jumlah denyut jantung mulai bekerja hingga kondisi pulih tercapai.

2.5.4. Kalori Dalam Makanan
Kalori didapatkan dari sumber energy yang terdiri dari pada karbohidrat , lemak, protein. Sumber sumber energy ini akan diolah dalam tubuh menghasilkan ATP , O2 dan H2O dan sisa sisa metablisme. Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhanakan oksigen yang dibawa darah ke ototuntuk pembakaran zat dan energi. jumlah kalori yag dibutuhkan  dalam melakukan aktifitas berbanding lurus dengan beratnya aktifitas yang dilakukan. Maka berdasarkan hal tersebut diatas maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan berat ringannya satu pekerjaan.

Tabel 2.4 Kebutuhan Kalori Perjam Menurut Jenis Aktifitas
No.
Jenis Aktifitas
Kilokal/jam/Kg Berat Badan
1
Tidur
0,98
2
Duduk dalam keadaan Istirahat
1,43
3
Membaca dengan intonasi keras
1,50
4
Berdiri dalam keadaan tenang
1,50
5
Menjahit dengan tangan
1,59
6
Berdiri dengan konsentrasi terhadapsatu objek
1,63
7
Berpakaian
1,69
8
Menyanyi
1,74
9
Menjahit dengan mesin
1,93
10
Mengetik
2,00
11
Menyetrika dengan berat setrika ±2,5 kg
2,06
12
Mencuci peralatan dapur
2,06
13
Menyapu lantai dengan kecepatan ±38 x/mnt
2,41
14
Menjilid buku
2,43
15
 Politian Ringan
2,43
16
Jalan Ringan dengan kecepatan ±3,9km/jam
2,86
17
Pekerjaan kayu,logam dan pengecatan dalam industri
3,43
18
Politian sedang
4,14
19
Jalan agak cepat dengan kecepatan ±5,6 km/jam
4,28
20
Jalan turun tangga
5,20
21
Pekerjaan tukang batu
5,71
22
Politian berat
6,43
23
Penggergajian kayu secara manual
6,86
24
Berenang 
7,14

Kebutuhan kalori per jam tersebut merupakan pemenuhan kebutuhan energi  yang dikeluarkan akibat beban kerja utama , sehingga masih diperlukan tambahan kalori apabila terdapat beban kerja tambahan  seperti, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa waktu bekerja , suhu lingkungan yang panas dll.
Contoh: Seorang pekerja dengan berat badan sekitar 65 kg bekerja sebaga tukang batu dibawah terik matahari , maka berdasarkan data tersebut diatas maka dapat diperoleh jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 5,71x65 kg = 371 Kilocal / jam. Beban kerja ini termasuk dalam kategori beban kerja berat (> 350- 500 Kilokal /jam).

1.5.      Peningkatan Efisiensi Kerja Fisik [2]
Pengukuran kerja fisik dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu  :
1.            Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
2.            Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Apabila dilihat dari energi yang dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kerja fisik. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui perubahan  :
a.       Konsumsi energi
b.      Denyut jantung
c.       Peredaran udara dalam paru-paru
d.      Temperatur tubuh
e.       Konsentrasi asam laktat dalam darah
f.       Komposisi kimia dalam darah dan urine
g.      Tingkat penguapan dan faktor lainnya
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran:
a.       Kecepatan denyut jantung
b.      Konsumsi energi
   Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas faal lainnya, seperti  :
a.       Tekanan darah
b.      Aliran darah
c.       Komposisi kimia dalam darah
d.      Temperatur tubuh
e.       Tingkat penguapan
f.       Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru

1.6.      Evaluasi Metode Kerja Dengan Cara Pengukuran Energi yang    Dikonsumsi
               Pengukuran fisiologis sering diaplikasikan sebagai dasar untuk mengevaluasi dan menetapkan tata cara yang harus diikuti. Suatu cara akan dibandingkan dengan cara yang lain, dimana tolak ukur akan ditetapkan berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa sikap atau cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak, duduk, jongkok ataupun harus membungkukkan badan ternyata akan memerlukan konsumsi energi fisik kerja yang berbeda-beda. Dari penelitian fisiologis yang dilakukan terhadap posisi kerja disektor pertanian (cocok tanam) diperoleh hasil sebagai berikut :
a.    Kerja yang dilakukan dengan posisi badan harus membungkuk tanpa ada penunjang badan, akan mengkonsumsi energi fisik sebesar 3 kkal/menit. Posisi seperti ini dilakukan pada saat orang akan menanam benih atau mencabut rumput.
b.   Kerja yang dilakukan dengan posisi jongkok ataupun menekuk lutut dengan berat badan sebagian ditunjang oleh satu tangan yang lain akan memerlukan energi yang lebih kecil yaitu sekitar 2 kkal/menit.
Dalam kasus diatas, bilamana kerja tersebut dilakukan sambil duduk disebuah bangku kecil yang dapat dipindahkan akan memberikan sikap dan cara kerja yang lebih kecil (tidak lebih dari 1 kkal/menit). Akan tetapi cara kerja seperti ini memberikan kendala ketidakpastian bilamana orang tersebut harus bergerak secara terus menerus dengan siklus waktu kerja yang singkat.
Dalam pengukuran fisiologis kerja yang lain dapat dilakukan dengan berbagai macam cara membawa beban (load carrying) akan memberikan hasil yang berbeda-beda dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul. Dalam penelitian ini pengukuran fisiologis dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen  yang dihirup bilamana orang yang membawa beban dalam jumlah/ berat yang sama dengan berbagai macam cara.


2.8.  Kelelahan Akibat Kerja[3]
2.8.1. Pengertian Kelelahan
Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan dalam penelitian ini diartikan sebagai kecepatan reaksi tenaga kerja terhadap rangsang cahaya yang diberikan diukur dengan reaction timer. Pada keadaan yang sehat, tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi daripada seseorang yang telah mengalami kelelahan akan lama merespon rangsang yang diberi. Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif.
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga akan terjadi pemulihan. Adapun kelelahan secara umum adalah ke adan tenaga kerja yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan dan penurunan kesigapan kerja, bersifat kronis serta merupakan suatu fenomena psikososial.
Kelelahan kerja menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibatpada peningkatan kesalahan kerja, ke tidak hadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh perilaku kerja. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue. Dengan kelelahan fisik otot kita tidak dapat melakukan kegiatan apapun semudah seperti sebelumnya. Dengan kelelahan mental kita tidak dapat memusatkan pikiran seperti dulu.
Jantung berdenyut kira-kira 70 kali dalam satu menit pada keadaan istirahat. Frekuensi melambat selama tidur dan dipercepat oleh emosi, olahraga, demam dan rangsang lain. Berbagai macam kondisi kerja dapat menaikkan denyut jantung seperti bekerja dengan temperatur yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis, dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.

2.8.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja
Akibat dari kelelahan ditimbulkan dari dua hal, yaitu :
1.        Akibat kelelahan fisiologis (fisik dan kimia)
Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang timbul karena adanya perubahan–perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan ini terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini dapat membatasi kelangsungan aktivitas otot.
2.      Kelelahan psikologis (mental dan fungsional)
Kelelahan  psikologis merupakan kelelahan yang ditimbulkan dari perasaan orang yang bersangkutan yang terlihat dari tingkah lakunya atau dari jiwa yang labil. Kelelahan ini terjadi akibat kurangnya minat dalam pekerjaan, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik-konflik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan (fatique) terbagi 2 yakni:
1.        Faktor diri (individu) yaitu sikap, sistem nilai, usia, jenis kelamin, kondisi fisik, motivasi, emosi, dll.
2.        Faktor situasional yaitu lingkungan fisik, metode kerja, kecepatan kerja, mesin dan peralatan kerja, dll.
Proses terjadinya kelelahan disebabkan berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Di samping itu produk-produk sisa ini dapat mempengaruhi serat-serat saraf dan sistem saraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi otot selalu diikuti  reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang mengubah glikogen tersebut menjadi tenaga panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu. Hal ini berarti keseimbangan kerja dapat dicapai dengan baik, apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Jadi, pada dasarnya kelelahan ini terjadi karena terakumulasinya produk sisa dalam otot ataupun peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan.
Berikut ini merupakan 3 (tiga) penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu:
a.             Oksidasi glukosa dalam otot menimbulkan CO2, sacrolactic, phosphaty dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya, sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
b.            Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan glikogen dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7%.
c.             Dalam keadaan normal, jumlah udara yang masuk melalui pernafasan     kira-kira 4 liter/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira 15 liter/menit. Ini berarti, pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul, karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi air atau H2O dan CO2 yang dikeluarkan dari tubuh menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah).  
                                                     
2.8.4. Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan. Untuk mengetahui tingkat kelelahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan yaitu :
a. Pengukuran waktu reaksi
b. Uji hilangnya kelipatan (Flicker Fusion Test)
c. Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi kegiatan fisik.
d. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)
e. Kuesioner kelelahan 30 item.
Dalam dilakukan pengukuran tingkat kelelahan dengan menggunakan alat yaitu, waktu reaksi (Reaction Timer). Waktu reaksi yang diukur merupakan reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi, waktu yang terjadi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbul respon terhadap rangsang tersebut, pengukuran dilakukan pada waktu istirahat.
Waktu reaksi merupakan interval selama impuls syaraf dialirkan ke otak kemudian diteruskan ke otot, pemeriksaan waktu reaksi penting tidak hanya sekedar
mengetahui perbedaan kecepatan individu tetapi juga untuk mendapat informasi tentang kegunaan fungsi yaitu atensi, kemampuan presepsi dan kecepatan persepsi.

2.9. Beban Kerja[4]
2.9.1.   Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
   Pendekatan terhadap batasan dari massa beban yang akan diangkat meliputi:
1.      Batasan Legal (Legal Limitations)
Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional. Adapun variabelnya adalah sebagai berikut :
a.     Pria usia dibawah 16 thn, maksimum angkat srbesar 14 kg.
b.    Pria usia diantara 16 thn dan 18 thn, maksimum angkat 18 kg
c.    Pria usia lebih dari 18 thn, tidak ada batasan angkat Wanita usia diantara 16 thn dan 18 thn, maksimum angkat 11 kg
d.   Wanita usia lebih dari 18 thn, maksimum angkat 16 kg.
Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.
Pada bagian evaluasi resiko berisikan beberapa petunjuk antara lain:
a.         Aktivitas kerja dengan posisi duduk, tidak direkomendasikan untuk mengangkat atau membawa sesuatu objek yang lebih dari 4,5 kg.
b.        Jika objek yang diangkat lebih dari batas 16-20 kg maka diharuskan lebih berhati–hati dalam evaluasi resikonya selain itu dibutuhkan sistem pengendalian dan pengukuran yang sesuai.
c.         Pekerja yang sudah agak lanjut tidak boleh membawa atau mengangkat, menurunkan atau menaikkan beban yang lebih dari 55 kg tanpa bantuan peralatan apapun.
2.      Batasan Angkat Biomekanika (Biomechanical Limitations)
Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktivitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Sedangkan kriteria keselamatan adalah berdasar pada beban tekan (compression load) pada intervertebral disc antara lumbar nomor lima dan sacrum nomor 1 (L5/S1). Batasan gaya angkat maksimum yang diijinkan/ direkomendasikan oleh NIOSH (1981) adalah berdasarkan gaya tekan sebesar 6500 Newton pada L5/S1. Namun hanya 25% pria dan 1% wanita yang diperkirakan mampu melewati batasan gaya angkat ini.
Batasan gaya angkat normal diberikan oleh NIOSH dan berdasar gaya tekan sebesar 3500 Newton pada L5/S1 bahwa 99% pria dan 75% wanita yang mampu mengangkat beban diatas batas ini.
3.        Batasan Fisiologi (Physiological Limitations)
     Metode pendekatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang, sebagaimana dapat juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Hal ini harus benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka menentukan batas angkat. Ada beberapa bukti bahwa semakin banyak jumlah material yang diangkat (dipindahkan) dalam sehari oleh seseorang, maka akan lebih cepat mengurangi ketebalan dari intervertebral disc, atau elemen yang berada diantara segmen tulang belakang. Metode lain secara fisiologi adalah dengan cara pengukuran langsung terhadap tekanan yang ada didalam perut atau IAP (Intra Abdomonal Pressure) selama aktivitas angkat. Dari data didapat bahwa untuk tekanan didalam perut yang lebih besar dari 100 mmHg adalah batas yang berbahaya, dan dari penelitian tersebut batasan tekanan perut maksimum adalah pada 90 mmHg.
4.        Batasan Psiko-fisik (Psycho-physical Limitations)
Metode ini berdasarkan pada jumlah eksperimen yang berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Ada tiga macam kategori posisi angkat yang didapatkan yaitu :
a.         Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan.
b.         Dari ketinggian genggaman tangan ke ketinggian bahu.
c.         Dari ketinggian bahu ke maksimum jangkauan tangan vertikal.

2.9.2.      Penilaian Beban Kerja Fisik[5]
2.9.2.1  Penilaian Beban Kerja Secara Langsung
              Salah satu kebutuhan umum dalam pergerakan otot adalah oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi.  Menteri Tenaga kerja melalui Kep. No. 51 tahun 1999, menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut: Beban Kerja ringan : 100 – 200 kilo kalori/jam
a.     Beban Kerja sedang        : > 200 – 350 kilo kalori/jam
b.     Beban Kerja berat            : > 350 – 500 kilo kalori/jam
Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24  jam ditentukan oleh tiga hal :
1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan seorang laki- laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 100 kilo joule (23,87  kilo kalori) per 24 jam per kg BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori  untuk metabolisme basal ± 98 kilo joule (23,39 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.
2. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.
3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar kerja adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo
kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000 – 2400 kilo joule (425 – 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.

2.9.2.2. Penilaian Beban Kerja Secara tidak Langsung
                 Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untukmenghitung denyut nadi adalah dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara manual menggunakan stopwatch.
Menggunakan nadi kerja untuk mengukur berat ringannya beban kerja
mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya cukup reliabel disamping itu tidak
mengganggu proses kerja dan menyakiti orang yang diperiksa. Kepekaan denyut naditerhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisik maupun kimiawi.  Juga dijelaskan bahwa konsumsi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kalori yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat  digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis pada  pergelangan tangan.

2.10.  Penentuan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat[6]
Sesaat setelah kita melakukan aktivitas kerja, pasti kita akan mengalami suatu kelelahan. Kelelahan dapat mengakibatkan operator kehilangan konsentrasi saat bekerja, hal ini tentu akan mengakibatkan produktivitas pekerja tersebut rendah, sehingga sering melakukan kesalahan saat bekerja yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelelahan adalah dengan memberikan waktu istirahat yang cukup untuk proses pemulihan pemulihan kondisi fisik yang lelah, dan melakukan pengaturan waktu kerja. Waktu saat kita bekerja harus seimbang dengan waktu saat kita istirahat. Semua orang mempunyai tingkat ketahanannya sendiri. Waktu istirahat sewaktu kita bekerja dapat kita hitung melalui denyut nadi yang digunakan juga untuk menghitung energi yang kita konsumsi. Waktu istirahat berfungsi untuk mengembalikan kondisi tubuh kita untuk kembali pada keadaan semula. Untuk menghitung lamanya waktu kerja marilah kita mengikuti rumus berikut ini:
TW =
25
E - 5
Keterangan :                     
E                = konsumsi energi selama bekerja (kkal/menit)
(E – 5,0)    = habisnya cadangan energi (kkal/menit)
Tw             = waktu kerja (menit)
Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja, dan pemulihan maka waktu pemulihan untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis.
            Murrel membuat metode untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik.
R =
T (W – S)
W – 1,5

Dimana :
R    =    Istirahat yang dibutuhkan dalam menit.
T    =    Total waktu kerja dalam menit
W   =    Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam Kkal/menit
S    =    Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam Kkal/menit       (biasanya 4 atau 5 Kkal/menit).
            Dalam penentuan waktu istirahat terdapat rumus dengan menggunakan nilai K sebagai jumlah energi yang dipakai untuk bekerja (Kkal/menit), S sebagai standar energi yang dipakai (untuk pria 5 Kkal/menit dan untuk wanita 4 Kkal/menit), T sebagai total durasi kerja yang dilakukan (menit) dan BM adalah nilai dari metode basal (Kkal/menit). Maka, nilai dari waktu kerja ditentukan dengan persamaan:
RT = 0.................................... jika K< S
R =
((K/S)-1) x 100  + (T(K-S))/(K-BM)
2
jika S ≤ K ≤ 2S


[1] Shrawan Kumar, Advances in Occupational Ergonomics and safety 2, IOSPress, UK, 1998, p. 425
[2] R.S. Bridger, Ph. D.,Introduction to Ergonomics, R. R. Donnelley and Sons Company, USA, 1995 p.235
[3] R.S. Bridger, Ph. D.,Introduction to Ergonomics, R. R. Donnelley and Sons Company, USA, 1995 p.239
[4] R.S. Bridger, Ph. D.,Introduction to Ergonomics, R. R. Donnelley and Sons Company, USA, 1995 p.240
[5] Shrawan Kumar, Advances in Occupational Ergonomics and safety 2, IOSPress, UK, 1998, p. 345
[6] Shrawan Kumar, Advances in Occupational Ergonomics and safety 2, IOSPress, UK, 1998, p. 236

Jangan lupa tinggalkan comment ya