Jumat, 30 September 2011

PLASTIK


Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Mereka terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan performa atau ekonomi. Ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik dapt dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Nama ini berasal dari fakta bahwa banyak dari mereka "malleable", memiliki properti keplastikan. Plastik didesain dengan varias yang sangat banyak dalam properti yang dapat menoleransi panas, keras, "reliency" dan lain-lain. Digabungkan dengan kemampuan adaptasinya, komposisi yang umum dan beratnya yang ringan memastikan plastik digunakan hampir di seluruh bidang industri.

Pellet atau bijih plastik yang siap diproses lebih lanjut (injection molding, ekstrusi, dll)
Plastik dapat juga menuju ke setiap barang yang memiliki karakter yang deformasi atau gagal karena shear stress- lihat keplastikan (fisika) dan ductile.
Plastik dapat dikategorisasikan dengan banyak cara tapi paling umum dengan melihat tulang-belakang polimernya (vinyl{chloride}, polyethylene, acrylic, silicone, urethane, dll.). Klasifikasi lainnya juga umum.
Plastik adalah polimer; rantai-panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer". Plastik yang umum terdiri dari polimer karbon saja atau dengan oksigen, nitrogen, chlorine atau belerang di tulang belakang. (beberapa minat komersial juga berdasar silikon). Tulang-belakang adalah bagian dari rantai di jalur utama yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan. Untuk mengeset properti plastik grup molekuler berlainan "bergantung" dari tulang-belakang (biasanya "digantung" sebagai bagian dari monomer sebelum menyambungkan monomer bersama untuk membentuk rantai polimer). Pengesetan ini oleh grup "pendant" telah membuat plastik menjadi bagian tak terpisahkan di kehidupan abad 21 dengan memperbaiki properti dari polimer tersebut.
Pengembangan plastik berasal dari penggunaan material alami (seperti: permen karet, "shellac") sampai ke material alami yang dimodifikasi secara kimia (seperti: karet alami, "nitrocellulose") dan akhirnya ke molekul buatan-manusia (seperti: epoxy, polyvinyl chloride, polyethylene).

Jenis plastik

Plastik dapat digolongkan berdasarkan:
Sifat fisikanya
1.      Termoplastik. Merupakan jenis plastik yang bisa didaur-ulang/dicetak lagi dengan proses pemanasan ulang. Contoh: polietilen (PE), polistiren (PS), ABS, polikarbonat (PC)
2.      Termoset. Merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang/dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan molekul-molekulnya. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea-formaldehida

Kinerja dan penggunaanya
1.      Plastik komoditas
§  sifat mekanik tidak terlalu bagus
§  tidak tahan panas
§  Contohnya: PE, PS, ABS, PMMA, SAN
§  Aplikasi: barang-barang elektronik, pembungkus makanan, botol minuman
2.      Plastik teknik
§  Tahan panas, temperatur operasi di atas 100 °C
§  Sifat mekanik bagus
§  Contohnya: PA, POM, PC, PBT
§  Aplikasi: komponen otomotif dan elektronik
3.      Plastik teknik khusus
§  Temperatur operasi di atas 150 °C
§  Sifat mekanik sangat bagus (kekuatan tarik di atas 500 Kgf/cm²)
§  Contohnya: PSF, PES, PAI, PAR
§  Aplikasi: komponen pesawat

 

Proses manufaktur plastik

1.      Injection molding
Bijih plastik (pellet) yang dilelehkan oleh sekrup di dalam tabung yang berpemanas diinjeksikan ke dalam cetakan.
2.      Ekstrusi
Bijih plastik (pellet) yang dilelehkan oleh sekrup di dalam tabung yang berpemanas secara kontinyu ditekan melalui sebuah orifice sehingga menghasilkan penampang yang kontinyu.
3.      Thermoforming
Lembaran plastik yang dipanaskan ditekan ke dalam suatu cetakan.
4.      Blow molding
Bijih plastik (pellet) yang dilelehkan oleh sekrup di dalam tabung yang berpemanas secara kontinyu diekstrusi membentuk pipa (parison) kemudian ditiup di dalam cetakan.

 

Sifat polimer konduktif

Polimer semikonduktif dan konduktif adalah polimer terkonjugasi yang menunjukkan perubahan ikatan tunggal dan ganda antara atom-atom karbon pada rantai utama polimer. Ikatan ganda diperoleh dari karbon yang memiliki empat elektron valensi, namun pada molekul terkonjugasi hanya memiliki tiga (kadang-kadang dua) atom lain. Elektron yang tersisa membentuk ikatan π, elektron yang terdelokalisasi pada seluruh molekul. Suatu zat dapat bersifat polimer konduktif jika mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi. Contoh dari polimer terkonjugasi adalah plastik tradisonal (polyethylen), sedangkan polimer konduktif antara lain : polyacetilen, polpyrol, polytiopen, polyaniline dan lain lain.
Polyethene monomer.png
Ethene polymerization.png
Pembuatan Polyacetilen
Polimer konduktif dapat dibuat dari polyacetilen. Polyacetilen merupakan polimer terkonjugasi sederhana yang mempunyai dua bentuk: yaitu bentuk cis dan trans polyacetilen.
Sedangkan pembuatan polyacetilen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
  • 1. cara pemanasan
  • 2. cara dopping.
Polyacetilen bentuk trans dibuat dengan kondisi temperatur yang berbeda. Katalis Ti(O-n-C4H9)4-(C2H5)3Al.

Temperatur (oC)
% trans
150
100
100
92,5
50
67,6
18
40,7
0
21,4
-18
4,6
-78
1,9

Temperatur yang menunjukan proses isomerisasi irreversibel dengan bentuk cis terjadi pada temperatur yang lebih tinggi pada 145 oC menghasilkan bentuk trans. Bentuk cis secara termodinamika kurang stabil dibandingkan dengan bentuk trans. Pada temperatur tinggi, dan secara spontan isomer cis dapat berubah menjadi trans.
Konduktifitas polyacetilen dapat ditingkatkan dengan proses halogenasi. Struktur polyacetilen dapat mengalami resonansi sehingga konduktifitasnya menjadi lebih besar. Adanya resonansi pada poliasetilen menyebabkan material dapat menghantarkan arus listrik.
Bila klorin ditambahkan pada film, ternyata tidak menghasilkan spektrum garis, tetapi reaksi adisi klorin menghasilkan spektrum polyacetilen yang jelas. Sekarang dikenal doping-induced pita IR yang disusun dari 3 pita yaitu pada 1397, 1288 dan 888 cm-1, absorbsi kuat jelas dibanding undoped polymer

Proses Pembuatan Plastik
Sampah Plastik

            Sampah plastik adalah bahan buangan yang terbuat dari plastik yang sudah tidak terpakai dan tidak bermanfaat lagi bagi kehidupan manusia. Sampah plastik dapat menjadi berguna kembali setelah sampah plastik tersebut didaur ulang.

Daur Ulang Plastik
            Daur ulang plastik adalah melakukan proses dasar daur ulang untuk mengolah sampah plastik menjadi pellet atau bijih plastik yang merupakan bahan dasar pembentuk plastik menurut produk yang diinginkan.

 Dalam proses ini, jenis bahan baku yang digunakan menentukan jenis bijih plastik yang dihasilkan.

Bahan Baku Daur Ulang
Bahan baku daur ulang dengan kualitas satu merupakan plastik yang belum pernah didaur ulang sebelumnya atau hanya pernah sekali saja didaur ulang.

Jenis Bahan Baku
Berdasarkan warna dan struktur kimia plastik:
1.      LPDE neutral (kantong dan lembaran plastik berwarna putih maupun transparan).
2.      LPDE black (kantong dan lembaran plastik berwarna hitam maupun sedikit campuran warna yang lain)
3.      LLDPE produk
Produk yang dihasilkan melalui proses daur ulang berupa pellet atau bijih plastik dengan ukuran 4-6 mm.

Tahapan Proses
Tahapan proses daur ulang digolongkan menjadi 2 bagian besar, yaitu:
• Bagian proses sortir bahan baku yang menggunakan tenaga manusia.
• Bagian proses yang menggunakan mesin.

Produksi Bijih Plastik
1.      Sortir
Merupakan proses pemisahan yang pertama kali dilakukan. Pada proses ini dilakukan pekerjaan untuk memisahkan bahan baku yang datang dan membuang material/ benda asing yang tidak diharapakan masuk ke dalam proses.

2.      Pemotongan
Proses ini dilakukan untuk mengurangi ukuran material dan mempermudah proses selanjutnya, dengan cara memotong atau merajang plastik dalam bentuk asalnya (kantong atau lembaran plastik).

3.      Pencucian
Tujuan : agar tidak menggangu proses penggilingan.
Terdiri dari 2 tahap, yaitu:
Prewashing
            Untuk memisahkan material-material asing terutama agar tidak ikut dalam proses selanjutnya menggunakan media cair sebagai sarana untuk mencuci material dan membawa     material asing keluar   dari      proses.

PencucianTahap 2:
Menggunakan mesin friction water. Materi dicuci kembali oleh ulir menanjak yang berputar pada putaran tinggi sehinggga hasil dari friksi dapat melepaskan material asing yang masih terdapat pada bahan. Masih menggunakan media air untuk membawa material asing keluar dari             proses.

4.      Pengeringan

Secara mekanik yaitu dengan memeras material dengan gerakan memutar sehingga air dapat keluar dengan menguapkan air pada suhu tertentu agar bahan benar-benar terbebas dari suhu yang melekat

5.      Pemanasan

Material yang telah bersih dari pengotor dilelehkan dengan proses pemanasan material pada suhu 200oC. Suhu panas dihasilkan oleh heater. Selanjutnya lelehan dialirka untuk menuju proses penyaringan

6.      Penyaringan
Dilakukan dengan lembaran besi yang dilobangi sebesar kira-kira 4mm di seluruh permukaannya. Diharapkan lelehan plastik akan melewati saringan ini untuk menghasilkan lelehan plastik berbentuk silinder panjang yang nantinya akn dipotong-potong.

7.      Pendinginan
Setelan berbentuk silinder, material dilewatkan pada air dingin sebagai media pendingin.

8.      Pencetakan/Penggilingan
Pencetakan bijih plastik dilakukan dengan membentuk lelehan plastik menjadi berbentuk mie dengan diameter 4 mm.

9.      Pembungkusan dan Pemeriksaan
Dilakukan [embungkusan terhadap material kering dalam karung plastik. Pemeriksaan untuk mengetahui apakah proses produksi berjalan baik.

10.  Proses Pembuatan Kantong Plastik
Pembuatan kantong plastik menggunakan metode ekstruksi. Pellet (bijih besi) dimasukkan lewat corong, kemudian didorong ke screw baja dan dialirkan di sepanjang bejana barrel untuk dipanaskan. Pada ujung ekstruder, lelehan melalui die untuk menghasilkan ekstrudat dengan bentuk sesuai keinginan.
Bagian-bagian Screw
•Bagian umpan berlekuk saluran terdalam.
•Bagian kompresi berfungsi untuk melelehkan, mencampur, dan mengempa resin, serta mendorong balik udara yang terikut ke bagian umpan.
•Bagian metering memberi tekanan balik dan mengukur penyaluran lewat die sehingga output seragam dan terkontrol.
Persiapan Bahan
Dilakukan pengujian MFI (Melt Flow Index) untuk menguji viskositas material. Semakin tinggi berat molekul material maka semakin rendah nilai MFInya. Bahan dengan nilai MFI kecil akan membutuhkan suhu yang lebih besar untuk kemudahan alirannya.

Persiapan Bahan (2)
Jika bahan baku yang digunakan adalah pellet atau bijih plastik hasil daur ulang maka pengujian MFI tidak diperlukan. Material yang digunakan tidak murni dan tidak diketahui komposisi yang sebenarnya. Untuk menghasilkan produk yang baik, langkah yang dilakukan adalah trial and error dan pengontrolan yang intens.



Pencampuran I
            Bijih plastik yang sudah dipersiapkan dicampurkan dengan zat aditif yaitu pigmen sebagai pewarna kantong plastik nantinya. Pencampuran dilakukan dengan mixer dalam tabung mixer.

Pengeringan Pellet
            Proses pengeringan dilakukan terhadap campuran homogen pellet dan pigmen menggunakan oven dryer. Material dimasukkan ke dalam oven, selanjutnya oven dryer ditutup dan diset pada temperatur sesuai kebutuhan dan sesuai material yang sedang dikeringkan.

PENCAMPURAN II
1.      Proses pencampuran untuk mendapatkan campuran yang homogen antara material polimer dengan aditif yang sudah berupa lelehan polimer. Pencampuran ini berlangsung dalam mesin ekstrusi
2.      Pencampuran ini terdiri atas dua macam pencampuran yaitu:
Pencampuran Kering dan Pencampuran Panas
a.       Pencampuran Kering (Dry Blending)
Pencampuran antara material bijih plastik dengan aditif yang digunakan menjadi homogen tanpa menggunakan panas dan kontak hanya terjadi pada permukaan saja.

b.      Pencampuran Panas (Hot Blending)

Proses Pencampuran antara material bijih plastik dengan aditif agar menjadi homogen menggunakan panas untuk memperoleh dispersi panas yang lebih baik. Beberapa alat yang menggunakan prinsip ini adalah extruder, banbury mixer, dan granulator.

3.      Pembuatan kantong plastik
Campuran plastik yang sudah melalui proses ekstrusi dengan menggunakan ekstruder yang dilengkapai dengan die akan membentuk lembaran plastik berbentuk tabung. Pembuatan lembaran plastik ini menggunakan air cooling ring(pendingin). Lembaran – lembaran ini kemudian digulung baru dimasukkan dalam mesin cetak untuk membentuk kantong plastik.





Jangan lupa tinggalkan comment ya

Pematangan Buah Sawit


2.1. Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibanding dengan          Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
            Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. (Yan Fauzi,2002)
Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit. Minyak sawit di samping digunakan sebagai bahan industri pangan, dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia. Penghasil minyak sawit terbesar di dunia saat ini adalah Malaysia dan menjadi sumber devisa utama sejak tahun 1970-an. Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia masih dalam bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO), dan sebagian kecil dalam bentuk produk olahan yang merupakan hasil sampingan dan pembuatan minyak goreng, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. (Suyatno Risza, 1994)

2.2. Varietas Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (palm oil) termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut.

2.2.1    Klasifikasi
Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Ordo                  : Palmales
Famili                : Palmae
Sub-famili         : Cocoidae
Genus                : Elais
Spesies              : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)
                            2. Elaieis melanococca atau Corozo oleifera ( kelapa sawit Amerika Latin)
Varietas/tipe      : Digolongkan berdasarkan :
1.    Tebal tipisnya cangkang (endocarp): dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, pisifera, dan Tenera.
2.    Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens.

2.2.2        Tipe – tipe Kelapa Sawit
Pembagian tipe kelapa sawit didasarkan pada warna buah (kulit,exocrap) dan ketebalan cangkang. Pada spesies Elaeis guineensis Jacq., dikenal beberapa tipe kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan warna buah dan ketebalan cangkang.
1. Berdasarkan Warna Buah
Berdasarkan warna buah, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan sebagai berikut.
a.       Tipe Nigrescens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah mentah berwarna ungu (violet) sampai hitam, sedangkan pangkalnya agak pucat. Setelah buah matang, warna buah berubah menjadi merah-kuning. Tipe ini banyak dijumpai dimana – mana.
b.      Tipe Virescens: Tipe ini memiliki ciri buah mentah berwarna hijau. Setelah matang, buah menjadi merah – kuning (oranye) tetapi bagian ujungnya tetap kehijau – hijauan. Tipe ini sudah jarang dijumpai di lapangan.
c.       Tipe Albascens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah muda berwarna kuning pucat, sedangkan buah masak berwarna kuning tua karena mengandung karotein. Ujung buah berwarna ungu kehitam – hitaman. Tipe ini sudah sulit dijumpai dan kurang disukai untuk dibudidayakan. (Djoehana Setyamidjaja,2006)

Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah



Varietas
Warna buah muda
Warna buah masak
Nigrescens

Virescens




Abescens
Ungu kehitam hitaman

Hijau




Keputih putihan
Jingga kehitam hitaman

Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau

Kekuning kuningan dan ujungnya ungu kehitaman

2. Berdasarkan Tebal Tipis Cangkang
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe – tipe kelapa sawit sebagai berikut.
a.       Tipe Dura: Tipe ini memiliki cici – cirri daging buah (mesocrap) tipis, cangkang (endocarp) tebal (2 – 8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin serabut. Persentase daging buah 35% - 60% dengan rendemen minyak 17% - 18%. Adapun tipe Deli Dura adalah tipe Dura yang berasal dari Kebun Raya Bogor (aslinya dari Afrika yang dimasukkan tahun 1848), kemudian dikembangkan di Deli yaitu daerah sekitar Medan (dahulu kerajaan Deli). Dewasa ini tipe Deli Dura banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan kelapa sawit.
b.      Tipe Pisifera: Tipe ini memiliki cirri – cirri daging buahnya tebal, tidak mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Intinya kecil sekali bila dibandingkan dengan tipe Dura ataupun Tenera. Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknyatinggi. Bunga kelapa sawit tipe Pisifera biasanya steril. Kelapa sawit tipe ini hanya dipakai sebagai “pohon bapak” dalam persilangan tipe Dura/Deli Dura.
c.       Tipe Tenera: Tipe ini merupakan hasil silang antara tipe Dura dan Pisifera.Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe ini mempunyai tebal cangkang 0,5 – 4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun        tidak sebanyak seperti Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% - 24%. Jumlah daun yang terbentuk tiap tahun lebih banyak daripada tipe Dura, tetapi ukurannya lebih kecil. (Djoehana Setyamidjaja, 2006)



Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Varietas
Deskripsi
Dura














Pisifera









Tenera
-     Tempurung tebal (2 8 mm)
-     Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar
tempurung
-     Daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap
buah
-     Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak
rendah
-     Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk
betina



-     Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada
-     Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
-     Daging biji sangat tipis
-     Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan
jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan



-     Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera
-     Tenpurung tipis (0,5 4 mm)
-     Terdaapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung
-     Daging buah sangat (60 - 96% dari buah)
-     Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil


2.3 Panen Kelapa Sawit
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun dan buahnya menjadi masak 5 – 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal.
Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.

2.4 Kriteria Matang Panen

Kriteria panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan.

2.4.1    Cara panen
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal ini tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Selain itu, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
-    Tanaman yang tingginya 2 – 5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos.
-    Tanaman dengan ketinggian 5 – 10 m dipanen dengan cara berdiri menggunakan alat kapak siam.
-    Tanaman dengan tinggi di atas 10 m dipanen dengan cara egrek yaitu alat arit bergagang panjang.

2.4.2    Fraksi TBS dan mutu panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di  pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen di lapangan. Faktor pentin yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya pengangkutan buah ke pabrik.




Table 3. Tingkatan Fraksi TBS

No
Kematangan
Fraksi
Jumlah Brondolan
Keterangan
1.






2.









3.
Mentah






Matang









Lewat matang
00


0


1


2


3


4


5
Tidak ada, buah berwarna hitam


1 12,5% buah luar membrondol


12,5 25% buah luar membrondol


25 50% buah luar membrondol


50 75% buah luar membrondol


75 100% buah luar membrondol


Buah dalam juga membrondol, ada buah yang busuk
Sangat mentah


Mentah


Kurang matang Matang I Matang II
Lewat matang I Lewat matang II

Derajat kematangan yang baik yaitu tandan – tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ( Tim Penulis PS,1997 )


2.5. Minyak Sawit
            Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq. Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah. (Seto, Sagung. 2001)
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karoten). Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Penentuan saat panen adalah sangat menentukan. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (melepas dari tandannya). Kematangan tandan dinyatakan dengan jumlah buahnya yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6 – 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan.
            Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat. Pembentukan ALB oleh mikroorganisme juga dapat terjadi bila suasana sesuai, yaitu pada suhu rendah di bawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu di atas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95oC. ( Mangoensoekarjo, 2003)

2.5.1    Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor, kelarutan, dan sebagainya. Berikut ini dijelaskan beberapa sifat fisik – kimia minyak kelapa sawit.
Table 4. Sifat Fisika Kimia dari  Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Sifat
Minyak sawit
Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar


Indeks bias D 40oC Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan
0,9000


1,4565 1,4585


48 56


196 205
0,900 0,913


1,495 1,415


14 20


244 254
Sumber : Krischenbauer (1960)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam – asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. ( S. Ketaren, 1986)

2.5.2    Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Titik lebur minyak sawit tergantung pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut. Pada tabel di bawah ini tercantum panjang rantai dan sifat – sifat asam lemak yang ada dalam minyak sawit.
Table 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam
Lemak
Jumlah
Karbon
Tak Jenuh
Titik Lebur
(oC)
Asam Lemak, % Berat

Minyak Sawit
M.Inti sawit
Kaprilat


Kaprat Laurat Miristat Palmitat Stearat
8


10


12


14


16


18

16,7


31,6


44,2


54,4


62,9


69,6
-


-


-


1,4 (0,5 6)


40,1 (32 45)


5,5 (2 7)
2,7 (3 5)


7,0 (3 7)


46,9 (40 52)


14,1 (14 17)


8,8 (7 9)


1,3 (1 3)
Jumlah asam lemak jenuh
47,0
80,8
Oleat


Linoleat
18


18
1


2
14


-5
42,7 (38 52)


10,3 (5 11)
18,5 (13 19)


0,7 (0,5 2)
Jumlah asam lemak tak jenuh
53,0
19,2
 ( Mangoensoekarjo, 2003)
Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat.

2.5.3    Keunggulan Minyak Kelapa Sawit
            Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya.
Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Dalam CPO kadar sterol berkisar antara 360 – 620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu but ir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit dapat dinyatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).(Yan Fauzi, 2002)

2.5.4    Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri nonpangan.
A. Minyak Sawit Untuk Industri pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingka n minyak goreng lainnya, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehinnga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
B. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan
Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. Kandungan minyak dalam sawit berjumlah kurang lebih 1%, diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metal ester, dan gliserin. Bahan – bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri komestik dan aspal. Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen. (Yan Fauzi, 2002)

2.6 Mutu Minyak Sawit
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar – benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.
            Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing – masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standart mutu minyak sawit seperti:
Table 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit.
Karakteristik
Minyak
Sawit
Inti Sawit
Minyak Inti
Sawit
Keterangan
Asam Lemak bebas

Kadar kotoran Kadar zat menguap Bilangan peroksida Bilangan iodine
Kadar logam (Fe, Cu) Lovibond
Kadar minyak Kontaminasi Kadar pecah
5 %

0,5%

0,5%

6 meq

44–58 mg/gr

10 ppm

3-4 R

-

-

-
3,5%

0,02%

7,5%

-

-

-

-

47%

6%

15%
3,5%

0,02%

0,2%

2,2 meq

10,5–18,5 mg/gr

-

-

-

-

-
Maksimal

Maksimal Maksimal Maksimal
-

-

- Minimal Maksimal Maksimal

2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas (ALB) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari lemak. Kadar ALB minyak kelapa sawit dianggap sebagai Asam Palmitat ( berat molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi logam proxidant seperti besi dan tembaga.
            Rata-rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmitat, hal ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5%, walaupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 4%. Asam – asam lemak yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Untuk ALB dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat. (Naibaho, P. 1998)
            Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
            Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor- faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.(Tim Penulis PS, 2000)
Pembentukan ALB dikatalis oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel mesokrap atau yang berasal dari luar sel seperti yang dihasilkan oleh bakteri maupun kapang. Kerusakan fisik akibat transportasi, ataupun penundaan panen dan pengangkutan akan meningkatkan jumlah buah luka, memar ataupun rusak sehingga merangsang bekerjanya enzim lipase dan sebagai akibatnya ALB meningkat.
Aktivitas enzim lipase sangat dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok proses hidrolisa oleh enzim lipase akan sangat cepat.
Reaksi pembentukan ALB pada minyak kelapa sawit:
(Hutomo, T., 1991)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
-    Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.
-    Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.
-    Penumpukan buah yang terlalu lama.
-    Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.
            Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan dan pemucatan lebih mudah dilakukan.
            Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak. Pemetikan buah sawit di saat belum matang (saat proses biokimia belum sempur na) menghasilkan gliserida sehingga mengakibatkan terbentuknya ALB dalam minyak sawit. Sedangkan pemetikan setelah batas tepat panen yang ditandai dengan buah berjatuhan dan menyebabkan pelukaan pada buah lainnya, akan menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga menghasilkan ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga kadar ALB meningkat.
Untuk itulah pemanenan tandan buah segar harus dikaitkan dengan kriteria matang panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi. Sebaiknya panen dilakukan pada saat buah berumur 15 – 17 minggu, karena pada saat itu tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas yang terbentuk antara lain karena penguraian lemak oleh enzim lipase yang mulai aktif pada mesokrap yang berumur 16 – 20 minggu. (Tim Penulis PS, 2000)
Meningkatnya kandungan ALB disebabkan oleh 3 peristiwa:
1.      Peningkatan dalam skala kecil akibat terjadinya degradasi biologis dalam buah yaitu proses buah menjadi lewat matang atau mulai membusuk.
2.      Jatuhnya tandan buah ke tanah waktu dipanen, yang menyababkan terjadinya goresan atau memar.
3.      Penanganan (handling) buah dalam rangka pengankutan ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH) dan dari TPH ke pabrik.
            Sebelum dipasarkan, minyak ditimbun dalam tangki – tangki timbun yang memiliki ukuran serta kapasitas yang bervariasi. Isi tangki timbun dipanaskan pada suhu 50 – 60oC. Selama penimbunan ini kadar ALB juga dapat meningkat. Untuk menjamin agar kadar ALB tidak melebihi 5% maka sebaiknya kadar ALB tersebut dijaga agar tidak lebih 3,5% pada saat penimbunan. (Mangoensoekarjo, S., 2000)




Jangan lupa tinggalkan comment ya