2.1. Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. (Yan Fauzi,2002)
Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit. Minyak sawit di samping digunakan sebagai bahan industri pangan, dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia. Penghasil minyak sawit terbesar di dunia saat ini adalah Malaysia dan menjadi sumber devisa utama sejak tahun 1970-an. Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia masih dalam bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO), dan sebagian kecil dalam bentuk produk olahan yang merupakan hasil sampingan dan pembuatan minyak goreng, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. (Suyatno Risza, 1994)
2.2. Varietas Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (palm oil) termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut.
2.2.1 Klasifikasi
Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Sub-famili : Cocoidae
Genus : Elais
Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)
2. Elaieis melanococca atau Corozo oleifera ( kelapa sawit Amerika Latin)
Varietas/tipe : Digolongkan berdasarkan :
1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp): dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, pisifera, dan Tenera.
2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens.
2.2.2 Tipe – tipe Kelapa Sawit
Pembagian tipe kelapa sawit didasarkan pada warna buah (kulit,exocrap) dan ketebalan cangkang. Pada spesies Elaeis guineensis Jacq., dikenal beberapa tipe kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan warna buah dan ketebalan cangkang.
1. Berdasarkan Warna Buah
Berdasarkan warna buah, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan sebagai berikut.
a. Tipe Nigrescens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah mentah berwarna ungu (violet) sampai hitam, sedangkan pangkalnya agak pucat. Setelah buah matang, warna buah berubah menjadi merah-kuning. Tipe ini banyak dijumpai dimana – mana.
b. Tipe Virescens: Tipe ini memiliki ciri buah mentah berwarna hijau. Setelah matang, buah menjadi merah – kuning (oranye) tetapi bagian ujungnya tetap kehijau – hijauan. Tipe ini sudah jarang dijumpai di lapangan.
c. Tipe Albascens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah muda berwarna kuning pucat, sedangkan buah masak berwarna kuning tua karena mengandung karotein. Ujung buah berwarna ungu kehitam – hitaman. Tipe ini sudah sulit dijumpai dan kurang disukai untuk dibudidayakan. (Djoehana Setyamidjaja,2006)
Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah
Varietas | Warna buah muda | Warna buah masak |
Nigrescens
Virescens
Abescens | Ungu kehitam – hitaman
Hijau
Keputih – putihan | Jingga kehitam – hitaman
Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau
Kekuning – kuningan dan ujungnya ungu kehitaman |
2. Berdasarkan Tebal Tipis Cangkang
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe – tipe kelapa sawit sebagai berikut.
a. Tipe Dura: Tipe ini memiliki cici – cirri daging buah (mesocrap) tipis, cangkang (endocarp) tebal (2 – 8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin serabut. Persentase daging buah 35% - 60% dengan rendemen minyak 17% - 18%. Adapun tipe Deli Dura adalah tipe Dura yang berasal dari Kebun Raya Bogor (aslinya dari Afrika yang dimasukkan tahun 1848), kemudian dikembangkan di Deli yaitu daerah sekitar Medan (dahulu kerajaan Deli). Dewasa ini tipe Deli Dura banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan kelapa sawit.
b. Tipe Pisifera: Tipe ini memiliki cirri – cirri daging buahnya tebal, tidak mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Intinya kecil sekali bila dibandingkan dengan tipe Dura ataupun Tenera. Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknyatinggi. Bunga kelapa sawit tipe Pisifera biasanya steril. Kelapa sawit tipe ini hanya dipakai sebagai “pohon bapak” dalam persilangan tipe Dura/Deli Dura.
c. Tipe Tenera: Tipe ini merupakan hasil silang antara tipe Dura dan Pisifera.Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe ini mempunyai tebal cangkang 0,5 – 4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun tidak sebanyak seperti Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% - 24%. Jumlah daun yang terbentuk tiap tahun lebih banyak daripada tipe Dura, tetapi ukurannya lebih kecil. (Djoehana Setyamidjaja, 2006)
Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Varietas | Deskripsi |
Dura
Pisifera
Tenera | - Tempurung tebal (2 – 8 mm) - Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung - Daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah - Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah - Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina
- Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada - Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis - Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
- Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera - Tenpurung tipis (0,5 – 4 mm) - Terdaapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung - Daging buah sangat (60 - 96% dari buah) - Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil |
2.3 Panen Kelapa Sawit
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun dan buahnya menjadi masak 5 – 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal.
Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.
2.4 Kriteria Matang Panen
Kriteria panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan.
2.4.1 Cara panen
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal ini tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Selain itu, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
- Tanaman yang tingginya 2 – 5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos.
- Tanaman dengan ketinggian 5 – 10 m dipanen dengan cara berdiri menggunakan alat kapak siam.
- Tanaman dengan tinggi di atas 10 m dipanen dengan cara egrek yaitu alat arit bergagang panjang.
2.4.2 Fraksi TBS dan mutu panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen di lapangan. Faktor pentin yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya pengangkutan buah ke pabrik.
Table 3. Tingkatan Fraksi TBS
No | Kematangan | Fraksi | Jumlah Brondolan | Keterangan |
1.
2.
3. | Mentah
Matang
Lewat matang | 00
0
1
2
3
4
5 | Tidak ada, buah berwarna hitam
1 – 12,5% buah luar membrondol
12,5 – 25% buah luar membrondol
25 – 50% buah luar membrondol
50 – 75% buah luar membrondol
75 – 100% buah luar membrondol
Buah dalam juga membrondol, ada buah yang busuk | Sangat mentah
Mentah
Kurang matang Matang I Matang II Lewat matang I Lewat matang II |
Derajat kematangan yang baik yaitu tandan – tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ( Tim Penulis PS,1997 )
2.5. Minyak Sawit
Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq. Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah. (Seto, Sagung. 2001)
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karoten). Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Penentuan saat panen adalah sangat menentukan. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (melepas dari tandannya). Kematangan tandan dinyatakan dengan jumlah buahnya yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6 – 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan.
Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat. Pembentukan ALB oleh mikroorganisme juga dapat terjadi bila suasana sesuai, yaitu pada suhu rendah di bawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu di atas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95oC. ( Mangoensoekarjo, 2003)
2.5.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor, kelarutan, dan sebagainya. Berikut ini dijelaskan beberapa sifat fisik – kimia minyak kelapa sawit.
Table 4. Sifat Fisika – Kimia dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Sifat | Minyak sawit | Minyak inti sawit |
Bobot jenis pada suhu kamar
Indeks bias D 40oC Bilangan Iod Bilangan Penyabunan | 0,9000
1,4565 – 1,4585
48 – 56
196 – 205 | 0,900 – 0,913
1,495 – 1,415
14 – 20
244 – 254 |
Sumber : Krischenbauer (1960)
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam – asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. ( S. Ketaren, 1986)
2.5.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Titik lebur minyak sawit tergantung pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut. Pada tabel di bawah ini tercantum panjang rantai dan sifat – sifat asam lemak yang ada dalam minyak sawit.
Table 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam Lemak | Jumlah Karbon | Tak Jenuh | Titik Lebur (oC) | Asam Lemak, % Berat |
| Minyak Sawit | M.Inti sawit |
Kaprilat
Kaprat Laurat Miristat Palmitat Stearat | 8
10
12
14
16
18 |
| 16,7
31,6
44,2
54,4
62,9
69,6 | -
-
-
1,4 (0,5 – 6)
40,1 (32 – 45)
5,5 (2 – 7) | 2,7 (3 – 5)
7,0 (3 – 7)
46,9 (40 – 52)
14,1 (14 – 17)
8,8 (7 – 9)
1,3 (1 – 3) |
Jumlah asam lemak jenuh | 47,0 | 80,8 |
Oleat
Linoleat | 18
18 | 1
2 | 14
-5 | 42,7 (38 – 52)
10,3 (5 – 11) | 18,5 (13 – 19)
0,7 (0,5 – 2) |
Jumlah asam lemak tak jenuh | 53,0 | 19,2 |
( Mangoensoekarjo, 2003)
Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat.
2.5.3 Keunggulan Minyak Kelapa Sawit
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya.
Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Dalam CPO kadar sterol berkisar antara 360 – 620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu but ir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit dapat dinyatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).(Yan Fauzi, 2002)
2.5.4 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri nonpangan.
A. Minyak Sawit Untuk Industri pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingka n minyak goreng lainnya, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehinnga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
B. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan
Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. Kandungan minyak dalam sawit berjumlah kurang lebih 1%, diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metal ester, dan gliserin. Bahan – bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri komestik dan aspal. Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen. (Yan Fauzi, 2002)
2.6 Mutu Minyak Sawit
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar – benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing – masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standart mutu minyak sawit seperti:
Table 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit.
Karakteristik | Minyak Sawit | Inti Sawit | Minyak Inti Sawit | Keterangan |
Asam Lemak bebas
Kadar kotoran Kadar zat menguap Bilangan peroksida Bilangan iodine Kadar logam (Fe, Cu) Lovibond Kadar minyak Kontaminasi Kadar pecah | 5 %
0,5%
0,5%
6 meq
44–58 mg/gr
10 ppm
3-4 R
-
-
- | 3,5%
0,02%
7,5%
-
-
-
-
47%
6%
15% | 3,5%
0,02%
0,2%
2,2 meq
10,5–18,5 mg/gr
-
-
-
-
- | Maksimal
Maksimal Maksimal Maksimal -
-
- Minimal Maksimal Maksimal |
2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas (ALB) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari lemak. Kadar ALB minyak kelapa sawit dianggap sebagai Asam Palmitat ( berat molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi logam proxidant seperti besi dan tembaga.
Rata-rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmitat, hal ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5%, walaupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 4%. Asam – asam lemak yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Untuk ALB dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat. (Naibaho, P. 1998)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor- faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.(Tim Penulis PS, 2000)
Pembentukan ALB dikatalis oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel mesokrap atau yang berasal dari luar sel seperti yang dihasilkan oleh bakteri maupun kapang. Kerusakan fisik akibat transportasi, ataupun penundaan panen dan pengangkutan akan meningkatkan jumlah buah luka, memar ataupun rusak sehingga merangsang bekerjanya enzim lipase dan sebagai akibatnya ALB meningkat.
Aktivitas enzim lipase sangat dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok proses hidrolisa oleh enzim lipase akan sangat cepat.
Reaksi pembentukan ALB pada minyak kelapa sawit:
(Hutomo, T., 1991)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.
- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.
- Penumpukan buah yang terlalu lama.
- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.
Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan dan pemucatan lebih mudah dilakukan.
Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak. Pemetikan buah sawit di saat belum matang (saat proses biokimia belum sempur na) menghasilkan gliserida sehingga mengakibatkan terbentuknya ALB dalam minyak sawit. Sedangkan pemetikan setelah batas tepat panen yang ditandai dengan buah berjatuhan dan menyebabkan pelukaan pada buah lainnya, akan menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga menghasilkan ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga kadar ALB meningkat.
Untuk itulah pemanenan tandan buah segar harus dikaitkan dengan kriteria matang panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi. Sebaiknya panen dilakukan pada saat buah berumur 15 – 17 minggu, karena pada saat itu tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas yang terbentuk antara lain karena penguraian lemak oleh enzim lipase yang mulai aktif pada mesokrap yang berumur 16 – 20 minggu. (Tim Penulis PS, 2000)
Meningkatnya kandungan ALB disebabkan oleh 3 peristiwa:
1. Peningkatan dalam skala kecil akibat terjadinya degradasi biologis dalam buah yaitu proses buah menjadi lewat matang atau mulai membusuk.
2. Jatuhnya tandan buah ke tanah waktu dipanen, yang menyababkan terjadinya goresan atau memar.
3. Penanganan (handling) buah dalam rangka pengankutan ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH) dan dari TPH ke pabrik.
Sebelum dipasarkan, minyak ditimbun dalam tangki – tangki timbun yang memiliki ukuran serta kapasitas yang bervariasi. Isi tangki timbun dipanaskan pada suhu 50 – 60oC. Selama penimbunan ini kadar ALB juga dapat meningkat. Untuk menjamin agar kadar ALB tidak melebihi 5% maka sebaiknya kadar ALB tersebut dijaga agar tidak lebih 3,5% pada saat penimbunan. (Mangoensoekarjo, S., 2000)
Jangan lupa tinggalkan comment ya