Minggu, 20 Februari 2011

Karakteristik tanah


KARAKTERISASI TANAH-TANAH BERWARNA HITAM
HINGGA MERAH DI ATAS FORMASI KARST
KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Agusman1, A. Maas2, BD. Kertonegoro2, SA. Siradz2

Abstract
Soil colour is an important soil’s properties because it can give informations about
other soil’s properties. The objectives of this research are to know the relationships between soil colours and several soil properties of soils developed on limestones (karst formation) located in Wonosari, Gunung Kidul District. Soils of different colours i.e black soils of Duwet and Pacing Villages, and Red Soils of Mulo were characterized based on their chosen soil’s properties. The study was conducted in the field as well as in the laboratory, including profile description, physical and chemical analysis, XRD, micromorphology analysis. The results of the study revealed that the soils of Wonosari had swelling and shrinking characteristics due to their high content of swelling clays. These soils are clay in texture with angular and sub angular blocky structure. These soils have chemical properties : pH (H2O) 6,1 – 7,1, pH (KCl) 4,9 -5,9, CEC 28,7 – 58,4 cmol(+)/kg, base saturation 53 -73 %, Ca domination on their soil exchange complex. The black soils have higher clay content and higher exchangeable cation, especially Ca and Mg, while the red soils are characterized by lower CEC, lower base saturation, but higher in total N and soil porosity. The other soil properties are not significantly different between the two soils. The XRD analyses shows kaolinite and montmorillonite domination in their profiles. Their thin section evaluation reveals contents of foraminifera fossils, calcite and carbonate silts. These soils are seggested not derived from underneath (limestones), but they tend to be attributed to marine sediments. It is proved that the limestones underlied the soils are calsium carbonates, CaCO3, which are totally different characteristics from aluminosilicate clay constituted the soils. The black soils are clasified as Typic Hapluderts, very fine, interstratified, isohyperthermic, while the red soils are Chromic Hapluderts, very fine, interstratified, isohyperthermic.
Keywords : soil colour, karst formation, Vertisols
Pendahuluan
Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, yaitu iklim, bahan induk, topografi, organisme dan waktu (Jenny, 1941). Tidak semua faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sama dalam proses pembentukan tanah, kadangkadang satu atau dua factor berpengaruh lebih dominan sementara faktor yang lain mempunyai pengaruh yang minimum. Keragaman faktorfaktor lingkungan pembentukan tanah ini akan menyebabkan sifat-sifat tanah bervariasi baik ke arah vertikal maupun
horizontal. Pada daerah kecamatan Wonosari gunung kidul terdapat tanah yang memperlihatkan peralihan warna, yaitu tanah berwarna hitam (desa Duwet dan Pacing) dan tanah berwarna coklat kemerahan (desa Mulo), padahal semuanya berada pada satu formasi yaitu berada di atas Karst.
 Berdasarkan penampakan morfologi tanah yang 39 40 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (1) (2006) memperlihatkan peralihan warna tanah di Kecamatan Wonosari menarik untuk diteliti, baik dari segi sifat, genesis dan klasifikasinya. Keberhasilan dari pengelolaan suatu tanah sangat ditentukan seberapa jauh kita mengenal sifat-sifat dari tanah tersebut. Jika sifat-sifat tanah sudah diketahui maka akan lebih memudahkan dalam upaya-upaya pengelolaannya, dengan demikian produktifitasnya dapat ditingkatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik tanah berdasarkan adanya perbedaan warna, khususnya tanah di atas karst, serta mengkaji genesis dan klasifikasi dari tanah tersebut

Metodologi Penelitian
Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu survey pendahuluan, deskripsi profil tanah dan analisis laboratorium. Survey pendahuluan dilakukan untuk mengamati keadaan
umum lokasi penelitian sekaligus untuk menentukan titik profil pewakil. Deskripsi profil meliputi penentuan batas-batas horison, struktur tanah, warna tanah, batas-batas perakaran, penentuan sifat-sifat tanah lainnya serta penentuan klasifikasi tanah. Tahapan
laboratorium meliputi analisis sifat fisika tanah dan batuan, sifat kimia tanah dan
batuan, analisis mineral lempung tanah dan mineral batuan. Analisis sifat fisika tanah
meliputi tekstur tanah, berat volume, kemantapan agregat dan penetapan koefisien pembengkakan tanah (nilai COLE). Analisis sifat kimia tanah meliputi pH (H2O dan KCl), KPK, kejenuhan basa, C-organik, N-total, CaCO3, kandungan titanium, dan Fe
larut oksalat dan phyroposfat.
Penentuan mineral lempung tanah dengan menggunakan analisis X-Ray. Analisis batuan meliputi kandungan Titanium, CaCO3 dan analisis mikromorfologi batuan dengan
interpretasi irisan tipis (thin section). Penelitian ini juga didukung data
sekunder seperti data curah hujan dan temperatur untuk daerah Wonosari (10 tahun terakhir), peta tanah, peta geologi, dan peta kelerengan.
Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Profil Tanah
Berdasarkan hasil deskripsi profil tanah pada semua profil/lokasi penelitian diperoleh kedalaman tanah pada masing-masing profil sangat bervariasi, demikian pula warna tanahnya. Struktur tanah umumnya gumpal menyudut. Adanya struktur
gumpal menyudut lebih disebabkan karena karena adanya proses pengembangan dan pengkerutan (Kohnke, 1968; Sehgal dan Bhattacharjee, 1987). Umumnya konsistensi tanah pada semua profil/lokasi adalah sangat keras saat kering. Ini karena tekstur tanah sangat didominasi oleh fraksi lempung. Adanya cermin sesar pada masing-masing profil
tanah disebabkan karena terjadinya gesekan antar agregat dalam tanah
sebagai akibat dari pengembangan dan pengkerutan.
Sifat Kimia Tanah
Data sifat kimia tanah terdapat pada Tabel 1. Hasil pengukuran pH tanah pada masing-masing profil diperoleh pH H2O antara 6,1-7,1 dan pH KCl berkisar antara 4,9-5,9. Tampaknya pH tanah tidak begitu berkaitan dengankenampakan morfologi warna tanah, baik pH H2O maupun pH KCl. Hal ini dapat terlihat dari data pH tanah yang
relatif sama pada masing-masing lokasi. Rupanya pencucian yang lebih intensif pada tanah merah tidak begitu berpengaruh terhadap perubahan pH tanah, ini disebabkan karena banyaknya ion Ca yang dapat menetralisir penurunan pH tanah Hasil pengukuran basa-basa tertukarkan dalam tanah menunjukkan bahwa basa-basa yang dapat
ditukarkan pada masing-masing profil didominasi oleh Ca kemudian Mg, K dan Na. Kadar Ca dan Mg yang tinggi pada masing-masing profil disebabkan karena tanah dipengaruhi oleh pelarutan batu kapur (gamping). Batu gamping banyak mengandung kation-kation basa seperti Ca maupun Mg. Rupanya kation Ca dan Mg yang mendominasi kompleks pertukaran dalam tanah mempengaruhi kation K dapat ditukarkan. Kation K dapat ditukarkan pada masing-masing profil sangat rendah, yaitu berkisar 0.05 – 1,3 cmol(+)/kg. Rendahnya kation K dapat ditukarkan dalam tanah
disebabkan karena kation K merupakan kation yang sangat muda terlindi dibandingkan dengan Ca dan Mg.
Peralihan warna tanah di lokasi penelitian sangat berkaitan dengan basa-basa tertukarkan dalam tanah. Data basa-basa tertukarkan menunjukkan bahwa semakin ke Duwet (tanah warna hitam) maka semakin tinggi pula basa-basa dapat tukar, terutama kandungan Ca dan Mg yang dapat di pertukarkan. Sebaliknya Semakin ke Mulo (tanah warna merah) maka kadar Ca dan Mg dapat dipertukarkan juga semakin menurun. Basa-basa tertukar lainnya seperti K dan Na tidak begitu berkaitan dengan peralihan warna tanah. Peralihan warna tanah seiring dengan penurunan KPK tanah. Tanahtanah warna hitam mempunyai KPK yang lebih tinggi, tapi semakin ke arah Mulo (tanah merah) maka KPK tanah cenderung menurun. Rupanya KPK tanah sangat berkaitan dengan tingkat
pencucian dalam tanah. Tanah yang berwarna merah mempunyai tingkat
pencucian yang lebih intensif sehingga KPK tanah menjadi rendah. Sebaliknya
pada tanah yang berwarna hitam, proses pencucian lebih lambat sehingga KPK tanah lebih tinggi. Kandungan bahan organik pada tanah yang berwarna merah lebih tinggi
dibanding tanah yang berwarna hitam, tapi karena drainase yang berlangsung
pada tanah merah lebih baik sehingga pengaruh bahan organik pada warna tanah tidak begitu nampak. Fenomena ini membuktikan bahwa proses pelindian sangat besar peranannya terhadap pembentukan warna merah pada tanah. Secara vertikal kandungan Ntotal dalam tanah berfluktuasi, hal ini disebabkan karena terjadinya percampuran antara tanah bagian permukaan dengan tanah bagian bawah (pedoturbasi). Secara horisontal ada
kecenderungan bahwa semakin ke arah Duwet (tanah hitam) kandungan N-total tanah juga semakin rendah, demikian sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan proses denitrifikasi dalam tanah. Pada tanah yang berwarna hitam mengindikasikan bahwa tingkat aerasi
tanah terhambat sehingga bisa terjadi kehilangan N dalam tanah akibat proses denitrifikasi. Pada tanah-tanah merah di daerah Mulo mempunyai aerasi tanah
yang lebih cepat sehingga potensi terjadinya proses denitrifikasi lebih
kecil.
Kandungan CaCO3 dalam tanah berkisar antara 0,20 – 1,36 %. Secara horisontal tidak terdapat perbedaan yang drastis kandungan CaCO3 pada tanah-tanah hitam dengan tanah merah. Hal ini disebabkan karena CaCO3 merupakan bahan flokulat yang baik, sehingga ketika berada pada tanah-tanah yang mengandung lempung berat maka akan berikatan sangat kuat. Kandungan Fe-oksalat dalam tanah sangat tinggi, yaitu berkisar
42 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (1) (2006) antara 0,59 % - 3,74 % dan umumnya menurun sesuai dengan kedalaman tanah. Tingginya kandungan Fe yang
terikat oleh bahan amorf pada semua profil mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian mengandung bahanbahan amorf yang tinggi pula. Adanya bahan amorf pada tanah tersebut diduga berasal dari abu volkanik. Analisis Fe-phyrofosfat menunjukkan
bahwa oksida-oksida besi yang terikat oleh kompleks organik termasuk sangat
rendah sampai sedang, yaitu berkisar antara 0,01 % sampai 0,58 %. Bila dibandingkan dengan besarnya oksidaoksida besi yang terikat oleh bahan amorf, ternyata bahan amorf jauh lebih kuat berikatan dengan Fe.
Sifat Fisika Tanah
Data sifat fisiska tanah terdapat pada Tabel 2. Tekstur tanah pada semua lokasi didominasi oleh fraksi lempung, kemudian fraksi debu dan sedikit fraksi pasir. Fraksi lempung tanah umumnya meningkat sesuai dengan kedalaman profil. Ini
menandakan bahwa telah terjadi perpindahan lempung dari horison atas ke bawah sebagai akibat dari lindian (leaching). Berat volume tanah di lokasi penelitian berkisar antara 1,44 – 2,04 g/cm3, sedangkan BJ tanah berkisar antara 2,25 – 2,92 g/cm3. Berat volume yang tinggi pada semua profil ini disebabkan oleh kadar lempungnya yang tinggi. Rupanya berat volume tanah ini mempengaruhi porositas total dalam tanah. Besarnya porositas tanah berlawanan dengan besarnya berat volume tanah. Apabila berat volume
tanah tinggi maka porositasnya menurun. Porositas total tanah berkaitan dengan peralihan warna tanah. Pada tanah yang berwarna merah (Mulo) porositas total tanahnya lebih tinggi dari pada tanah-tanah yang berwarna hitam (Duwet dan Pacing). Jadi ada kaitan
antara besarnya tingkat pelindian
dengan sifat porositas total tanah.
Mineral Lempung Tanah
Hasil analisis mineral lempung dengan menggunakan X-ray menunjukkan bahwa daerah penelitian mangandung mineral lempung monmorillonit (smektit) dan kaolinit,
baik pada tanah hitam (daerah Duwet dan Pacing) maupun pada tanah merah (Mulo). Kehadiran mineral lempung monmorillonit ini yang menyebabkan terjadinya tanah yang mengembang dan mengkerut pada semua tanah di lokasi penelitian.
Mineral lempung monmorillonit ditandai oleh adanya peak 15,18 – 17,3 oA, sedangkan kaolinit ditandai oleh adanya peak sekitar 7,36 - 7,58 oA yang merupakan peak pertama dari mineral lempung kaolinit, dan peak sekitar 3,52 – 3,57 oA yang merupakan peak kedua dari kaolinit. Sebenarnya peak kaolinit pada penelitian ini lebih tinggi dari
standar peak kaolinit yang asli, tapi ini masih bisa diyakini, karena beberapa
peneliti telah menemukan peak kaolinit yang lebih tinggi dari peak kaolinit
standar. Koppi dan Skjemstad (1981) cit. Siradz (2000), melaporkan bahwa peak tertinggi kaolinit di Queensland dapat mencapai 7,13 – 7,61 oA. Jadi peak kaolinit yang tinggi pada hasil penelitian ini masih berada pada kisaran yang wajar.
Pengamatan Mikromorfologi pada
Batuan
Analisis batuan yang dilakukanmeliputi interpretasi irisan tipis (thinsection), analisis kandungan CaCO3 dan kandungan titanium pada batuan. Pada pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa batuan yang membawahi tanah di lokasi penelitian tersusun atas Agusman et al. Tanah hitam merah formasi tanah karst Gunung Kidul 43
mineral kalsit, fosil foraminifera dan lumpur karbonat. Adanya variasi warna
yang terlihat dibawah pengamatan mikroskopis berkaitan dengan material
penyusunnya. Bahkan bisa juga karena perubahan kondisi lingkungan yakni dari
suasana reduksi ke oksidasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Graha (1987) bahwa warna pada batuan sedimen akan membantu dalam beberapa hal seperti masalah lingkungan pengendapan. Warna merah menandakan lingkungan yang oksidasi
sedangkan warna abu-abu dan hitam lingkungan yang reduksi. Komposisi kapur setara dar I batuan yang ada pada masing-masing profil berkisar antara 78,60 – 83,56 %.
Ini membuktikan bahwa batuan tersebut penyusun utamanya adalah CaCO3, berarti bahan pengotor pada batuan hanya sekitar 22 – 26 %. Rupanya komposisi batuan pada
masing-masing lokasi penelitian tidak berbeda drastis, meskipun kenampakan
morfologi batuan agak berbeda, yakni batuan yang ada di lokasi Duwet dan
Pacing lebih mampat dengan bagia permukaan yang rata, sedangkan batuan yang ada di lokasi Mulo mempunyai bagian permukaan yang tidak rata tetapi bergerigi tajam.
Genesis Tanah
Berdasarkan analisis tanah dan batuan mengindikasikan bahwa tanahtanah
yang ada di lokasi penelitian tidak terbentuk dari batuan di bawahnya. Ini terlihat dari tekstur tanah di lokasi penelitian adalah lempung berat sedangkan batuan di bawahnya
gamping dengan penyusun utamanya adalah CaCO3. Hasil analisis mikromorfologi batuan menunjukkan bahwa batuan yang ada di bawah tanah tersebut mengandung CaCO3 yang sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya mineral kalsit, posil dan
lumpur karbonat yang semuanya tersusun dari CaCO3. Ini juga didukung
oleh hasil pengukuran kandungan CaCO3 pada batuan tersebut yaitu 78,60 – 83,56 %. Bukti lain yang menjadi alasan bahwa tanah tersebut tidak terbentuk dari batuan di bawahnya adalah karena tanah tersebut langsung bersentuhan dengan batuan Tanah di
lokasi penelitian diduga kuat berasal dari sedimen marin. Sedimen marin ini
bisa berasal dari up land maupun dari abu volkanik yang diendapkan ke dasar
laut sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hardy dan Bear (1954) cit. Lopulisa (2004) bahwa di banyak belahan dunia, Vertisol berkembang dari abu volkanik. Termasuk di Indonesia (Munir, 1996).
Klasifikasi Tanah
Berdasarkan deskripsi profiltanah, serta dukungan data sifat fisika sifat kimia tanah, maka tanah-tanah di lokasi penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan acuan buku Kunci Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Urutan klasifikasi tanah dari ordo sampai famili disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi tanah di lokasi
penelitian berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999).
Profil Lokasi Klasifikasi Tanah 1 Duwet Typic Hapluderts Sangat halus
Campuran Isohipertermik Super aktif 2 Pacing Typic Hapluderts Sangat halus Campuran Isohipertermik Aktif 3 Pacing Chromic Hapluderts Sangat halus Campuran Isohipertermik Aktif 4 Mulo Chromic Hapluderts sangat halus Campuran Isohipertermik
Semi aktif 5 Mulo Chromic Hapluderts sangat halus Campuran Isohipertermik
Kesimpulan
1.      Tanah di daerah Duwet, Pacing dan Mulo kecamatan Wonosari mempunyai sifat yang mengembang dan mengkerut, tekstur lempung berat, struktur tanah gumpal membulat hingga gumpal menyudut.. Sifat kimia tanah terdiri atas pH agak masam hingga netral, KPK tanah bervariasi, terendah 28,7 cmol(+)/kg dan tertinggi 54,8 cmol(+)/kg, kejenuhan basa yang tinggi dengan katio Ca yang mendominasi kompleks pertukaran tanah. Mineral lempung tanah mengandung campuranantara kaolinit dan monmorillonit.
2.      Terdapat hubungan antara sifat tanah dengan peralihan warna tanah. Semakin ke arah Duwet (tanah hitam) semakin tinggi pula basa-basa tertukarkan dalam tanahterutama Ca dan Mg, demikian juga KPK tanah, sebaliknya semakin ke arah Mulo (tanah merah) basa-basa tertukarkan dan KPK tanah semakin rendah, tetapi kandungan N-total dan porositas tanah semakin tinggi.
3.      Tanah di lokasi penelitian tidak terbentuk dari batuan di bawahnya, melainkan berasal dari sedimen laut (marin) yang mengalami pengangkatan. Ini terlihat dari batuan di bawahnya yaitu gamping dengan penyusun utamanya CaCO3 sedangkan tanah di atasnya adalah tanah lempung berat.
4.      Tanah di lokasi penelitian termsuk Vertisol. Berdasarkan Soil Taksonomy (1999), tanah di lokasi penelitian diklasifikasi ke dalam Typic Hapluderts sangat halus Campuran Isohipertermik dan Chromic Hapluderts sangat halus Campuran Isohipertermik.

Daftar Pustaka
Graha, D. S., 1987. Batuan Dan Mineral. Nova, Bandung.
Jenny, H., 1941. Factor of Soil Formation. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York And London.
Kohnke, H., 1968. Soil Physics. Terjemahan: Kertonegoro, B. D., 1989. Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Lopulisa, C., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Ciri, Genesa Dan Klasifikasinya. Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin. Makassar. Munir, 1996. Tanah-Tanah Utama Di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Sehgal, J. L. and J. C. Bhattacharjee, 1987. Characterization Of Vertisol From India And Iraq And Their Taxonomic Problems. Ibsram Proceedings No. 6. Thailand.
Siradz, S. A., 2000. Mineralogy And Chemistry Of Red Soils Of Indonesia. Ph.D. Thesis,
University of Western Australia.
Soil Survey Staff, 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat., Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semoga membantu

^_^